TUGAS SEJARAH INDONESIA
ANGGOTA KELOMPOK :
· IMANI WEGIG W (17)
· INDRA KUSUMAJATI S (18)
· JOKO TRIYANTO (19)
· LISNANDA D (20)
XI MIPA 2
SMA NEGERI 1 BOYOLALI
TAHUN PELAJARAN 2015/2016
1. Sambutan Rakyat Di Berbagai Daerah Tentang Proklamasi
Rakyat di daerah-daerah mulanya tidak percaya bahwa Indonesia telah merdeka. Namun, setelah yakin akan kebenaran berita itu, luapan kegembiraan muncul di mana-mana. Di Jawa Tengah berita Proklamasi diterima melalui radio Domei Sementara. Oleh Syarief Sulaiman dan M.S. Mintarjo berita tersebut dibawa ke gedung Hokokai yang saat itu sedang dilaksanakan sidang di bawah pimpinan Mr. Wongso Negoro. Setelah copy teks Proklamasi dibacakan, para peserta sidang bertepuk tangan penuh gembira, kemudian secara serentak mereka menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Berita Proklamasi kemudian disiarkan lewat radio Semarang. Masyarakat Jawa Tengah dengan cepat dapat menerima berita tersebut. Kemudian, pada tanggal 19 Agustus 1945, diadakan rapat raksasa untuk menguatkan pengumuman pengambilan kekuasaan di Semarang. Setelah itu, di daerah Brebes, Pekalongan, dan Tegal terjadi pemberontakan. Rakyat di tiga daerah tersebut menyerang para pamong praja dan pegawai pemerintah yang dianggap sebagai penyebab kesengsaraan rakyat.
Di daerah-daerah luar Jawa berita Proklamasi terlambat diterima oleh rakyat. Hal ini disebabkan karena sarana komunikasi yang cukup sulit. Di Medan, berita Proklamasi dibawa oleh Teuku Moh. Hasan yang diangkat sebagai gubernur daerah Sumatera. Mendengar berita ini, kemudian dipelopori oleh Achmad Tahir dibentuk Barisan Pemuda Indonesia. Pada tanggal 4 Oktober, mereka berusaha mengambil alih gedung-gedung pemerintahan dan merebut senjata dari tangan Jepang.
Di daerah-daerah lain pun melakukan penyambutan yang tidak jauh berbeda, yakni sebagai berikut:
a. Mula-mula rakyat tidak percaya terhadap adanya berita Proklamasi.
b. Luapan kegembiraan rakyat menyambut kemerdekaan Indonesia.
c. Mengadakan rapat-rapat raksasa.
d. Para pemuda membentuk angkatan muda Indonesia.
e. Upaya pengambilalihan kekuasaan dari tangan Jepang.
f. Upaya merebut gedung-gedung dan kantor pemerintahan.
g. Merebut persenjataan dari tangan Jepang.
h. Tekad untuk tetap mempertahankan kemerdekaan.
Reaksi berbagai daerah di Indonesia terhadap Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia adalah terjadinya perebutan kekuasaan, baik dengan cara kekerasan maupun dengan cara perundingan. Pada bulan September 1945, beberapa pemimpin karesidenan di Jawa menyambut Proklamasi Kemerdekaan dengan menyatakan diri sebagai bagian dari Pemerintahan Republik Indonesia dan mengancam akan melakukan tindakan keras terhadap segala tindakan yang menentang Pemerintah Republik Indonesia. Pegawai-pegawai Jepang dirumahkan dan dilarang memasuki kantor-kantor mereka.
Tahap berikutnya, para pemuda berusaha untuk merebut senjata dan gedung-gedung vital. Selama bulan September di Surabaya terjadi perebutan senjata di arsenal (gudang mesiu) Don Bosco, perebutan Markas Pertahanan Jawa Timur, perebutan Pangkalan Angkatan Laut Ujung, dan perebutan markas-markas Jepang lainnya serta perebutan pabrik-pabrik yang tersebar di seluruh kota.
Pada tanggal 19 September 1945, terjadi Insiden Bendera di Hotel Yamato. Insiden ini terjadi ketika orang-orang Belanda bekas tawanan Jepang menduduki Hotel Yamato dengan dibantu oleh serombongan pasukan Sekutu, mengibarkan bendera Belanda di puncak hotel. Hal ini memancing kemarahan para pemuda. Oleh karena itu Residen Sudirman dengan cara baik-baik meminta agar bendera Belanda tersebut diturunkan. Setelah permintaan itu ditolak, maka hotel itu diserbu oleh para pemuda dan bentrokan pun tidak dapat dihindarkan. Beberapa pemuda berhasil memanjat atap hotel dan menurunkan bendera Belanda. Selanjutnya mereka merobek warna birunya dan mengibarkannya kembali menjadi merah-putih.
Sasaran berikutnya adalah Markas Kempetai yang terletak di depan kantor gubernur sekarang, karena dianggap sebagai lambang kekejaman Jepang. Markas tersebut diserbu oleh rakyat pada tanggal 1 Oktober 1945. Setelah melalui pertempuran selama kurang lebih 5 jam, gedung itu jatuh ke tangan rakyat. Dalam pertempuran itu 25 orang pemuda gugur dan 60 luka-luka serta sebanyak 15 orang prajurit Jepang Meninggal.
Di Yogyakarta, perebutan kekuasaan secara serentak dimulai pada tanggal 26 September 1945. Sejak pukul 10 pagi, semua pegawai pemerintah dan perusahaan-perusahaan yang dikuasai oleh Jepang mengadakan aksi pemogokan. Mereka mendesak Jepang agar menyerahkan semua kantor kepada Pemerintah RI. Sementara itu, para pemuda yang tergabung dalam BKR berusaha untuk memperoleh senjata dari pihak Jepang. Usaha melucuti tentara Jepang melalui jalan perundingan sama sekali gagal. Pada malam hari tanggal 7 Oktober 1945, para pemuda BKR bersama dengan Polisi Istimewa bergabung menuju ke Kota Baru. Mereka menyerbu tangsi Otsuka Butai (sekarang gedung SMA di sebelah sentral telepon). Pada hari itu juga Otsuka Butai menyerah. Dalam penyerbuan itu sebanyak 18 orang pemuda polisi gugur.
Di Bandung, pertempuran diawali oleh usaha para pemuda untuk merebut Pangkalan Udara Andir dan bekas senjata ACW (Artillerie Contructie Winkel). Perjuangan itu terus berlangsung sampai dengan kedatangan pasukan Sekutu di kota Bandung pada tanggal 17 Oktober 1945.
Di Semarang terjadi pertempuran yang dahsyat antara para pemuda Indonesia melawan Jepang. Pada tanggal 14 Oktober 1945 sekitar 400 orang tawanan Jepang dari pabrik gula Cepiring diangkut oleh pemuda Indonesia untuk dibawa ke Penjara Bulu di Semarang. Sebelum sampai di Penjara Bulu, sebagian tawanan itu melarikan diri dan minta perlindungan kepada batalyon Kido. Para pemuda menjadi marah dan mulai merebut kantor-kantor pemerintah. Orang-orang Jepang yang ditemui disergap dan ditawan. Pada keesokan harinya pasukan Jepang menyerbu kota Semarang dari tangsinya di Jatingaleh. Sejak saat itulah berlangsung Pertempuran Lima Hari di Semarang. Korban yang jatuh di pertempuran ini diperkirakan sebanyak 990 orang.
Di Sulawesi Selatan pada tanggal 19 Agustus 1945, rombongan Dr. Sam Ratulangi, Gubernur Sulawesi, mendarat di Sapiria, Bulukumba. Setibanya di Ujung Pandang (Makassar), gubernur mulai menyusun pemerintahan dengan mengangkat Mr. Andi Zainal Abidin sebagai sekretaris daerah. Akan tetapi, para pemuda menganggap tindakan gubernur terlalu berhati-hati. Oleh karena itu, pada pemuda mulai merencanakan untuk merebut gedung-gedung vital, seperti stasiun radio dan tangsi polisi. Kelompok pemuda tersebut terdiri atas kelompok Barisan Berani Mati (Bo-ei Tai-shin), bekas Kaigun Heiho dan pelajar SMP. Pada tanggal 28 Oktober 1945 mereka bergerak menuju sasaran dan mendudukinya. Mengetahui tindakan pemuda itu, pasukan Australia yang sudah ada sebelumnya bergerak dan melucuti para pemuda. Karena terdesak, maka pusat gerakan pemuda dipindahkan dari Ujung Pandang ke Polombangkeng.
Di Sulawesi Utara, sekalipun telah hampir setengah tahun dikuasai NICA, usaha para pemuda untuk menegakkan kedaulatan RI tidaklah padam. Pada tanggal 14 Februari 1946, pemuda-pemuda Indonesia anggota KNIL yang telah tergabung dalam Pasukan Pemuda Indonesia (PPI) bergerak menuju Tangsi Putih dan Tangsi Hitam di Teling, Manado. Mereka membebaskan para tahanan yang dianggap pro-Republik Indonesia. Sebaliknya mereka menahan Komandan Garnisun Manado dan semua pasukan Belanda di Teling dan penjara Manado. Bahkan kemudian para pemuda menguasai markas Belanda di Tomohon dan Tondano. Selanjutnya mereka mengirim berita perebutan kekuasaan itu ke pemerintahan pusat di Yogyakarta. Pemerintahan sipil dibentuk pada tanggal 16 Februari 1946. B.W. Lapian diangkat sebagai residennya. Satuan tentara lokal juga dibentuk dengan pimpinan kolektif, yaitu Ch. Taulu, S.D. Wuisan, dan J. Kaseger.
Di Kalimantan, di beberapa kota sudah mulai timbul gerakan mendukung Proklamasi Kemerdekaan RI. Pada waktu itu tentara Australia sudah mendarat dan mengeluarkan ultimatum melarang semua aktivitas politik, seperti demonstrasi, menyelenggarakan rapat-rapat, dan mengibarkan bendera Merah Putih. Akan tetapi, kaum nasionalis tetap melaksanakannya. Di Balikpapan, pada tanggal 14 November 1945, sejumlah 8.000 orang berkumpul di depan komplek NICA sambil membawa bendera Merah Putih.
Di Pulau Sumbawa, pemuda-pemuda Indonesia pada bulan Desember 1945 berusaha merebut senjata dari Jepang. Di Gempe terjadi bentrokan antara 200 pemuda melawan Jepang. Di Sape sekitar 400 pemuda berusaha merebut senjata di markas Jepang. Hal yang sama juga terjadi di Raba.
Di Bali para pemuda pada akhir bulan Agustus telah membentuk beberapa organisasi pemuda seperti AMI dan Pemuda Republik Indonesia (PRI). Mereka berusaha menegakkan kedaulatan RI melalui perundingan, tetapi mendapatkan hambatan dari pihak Jepang. Oleh karena itu, pada tanggal 13 Desember 1945 mereka melakukan gerakan serentak untuk merebut kekuasaan dari tangan Jepang. Akan tetapi, hal itu juga mengalami kegagalan.
Di Banda Aceh pada tanggal 6 Oktober 1945 para pemuda dan tokoh masyarakat membentuk Angkatan Pemuda Indonesia (API). Pada tanggal 12 Oktober 1945 Shucokan Jepang memanggil pada pemimpin pemuda. Ia menyatakan bahwa walaupun Jepang telah kalah, tetapi keamanan masih menjadi tanggung jawab mereka. Oleh karena itu, ia meminta semua kegiatan mendirikan perkumpulan yang tanpa izin dihentikan dan perkumpulan yang sudah terlanjur dibentuk, supaya dibubarkan. Para pemimpin pemuda menolak keras. Sejak hari itu dimulailah perebutan dan pengambilalihan kantor-kantor pemerintah dengan pengibaran bendera Merah Putih. Bentrokan dengan pasukan Jepang terjadi di Langsa, Lho’Nga, Ulee Lheue, dan lain-lain.
Di Sumatera Selatan perebutan kekuasaan terjadi pada tanggal 8 Oktober 1945. Peristiwa itu terjadi ketika Residen Sumatera Selatan dr. A.K. Gani bersama seluruh pegawai Gunseibu melakukan upacara pengibaran bendera Merah Putih. Pengibaran bendera Merah Putih juga dilakukan oleh para pegawai di kantor masing-masing. Pada hari itu juga diumumkan bahwa di seluruh karesidenan Palembang hanya ada satu kekuasaan, yaitu Republik Indonesia. Perebutan kekuasaan di Palembang berlangsung tanpa insiden, sebab orang-orang Jepang telah menghindar ketika peristiwa itu terjadi.
2. Sambutan Masyarakat Boyolali Setelah Mendengar Berita Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945
· Sambutan pemuda
Berita tentang persiapan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia diketahui oleh masyarakat Boyolali melalui utusan pemuda Markas Besar Barisan Pelopor Jakarta, yaitu Supeno, pada tanggal 16 Agustus 1945. Menyambut adanya proklamasi dari Jakarta , para pemuda Barisan Pelopor boyolali berkumpul di rumah Mandani untuk menyusun rencana kerja yang akan dilakukan.
Berita proklamasi tanggal 17 Agustus 1945 diterima terlambat oleh daerah, karena alat alat perhubungan masa itu sangat sulit dan mendapat rintangan dari masyarakat Jepang. Di Boyolali, karena sebelumnya telah mendapatkan berita sehari sebelumnya, maka pada 17 agustus 1945 para pemuda dapat mengikuti proklamasi kemerdekaan di Jakarta melalui radio yang disimpan secara rahasia oleh Barisan Pelopor. Para pemuda mendengarkan proklamasi tersebut di markas Barisan Pelopor cabang Boyolali, yaitu dirumah Amongwardoyo di Jalan Merbabu, Boyolali. Berita itu segera disiarkan kepada masyarakat dengan bantuan Angkatan Muda Indonesia(AMI).
Pada tanggal 19 agustus 1945, seorang pemuda dari solo yang bernama Indro Marjoko, memberikan plakat plakat tentang kemerdekan lencana merah putih untuk di tempatkan pada dinding gedung gedung di tepi jalan. Disamping itu, para pemuda secara spontan mengibarkan bendera merah putih yang pertama kali di halaman kantor kabupaten, setelah menurunkan bendera Jepang. Pengibar benderanya : Mandani dan Among Wardoyo dengan disaksikan oleh RNg.Swonopronaoto, Harbuntalib, Soebagyo, Sutrisna, Kunto Sudarsono, Samboyo dan beberapa orang lainnya. Namun sore harinya bendera merah putih diturunkan oleh Bupati Boyolali RT. Reksonagoro. Karena ultimatum yang dikeluarkan oleh bupati tersebut, maka pengibaran bendera merah putih dipindahkan ke Benteng Renovatun (sekarang lapangan Kridanggo), kemudian diadakan piket secara bergiliran untuk menjaga bendera merah putih yang dikibarkan. Hal ini mendorong para pemuda untuk menumbuhkan semangat nasionalisme merebut pemerintahan dari jepang. Selain itu, juga perebutan kekuasaan pemerintahan dari Pangreh Praja Kasunanan.
· Sambutan masyarakat umum
Penguasaan Jepang di Indonesia sangat membuat rakyat boyolali menderita meskipun hanya 3,5 tahun, karena pengurasan yang dilakukan Jepang sangat maksimal. Penderitaan itu disebabkan antara lain oleh banyaknya tugas yang harus dipikulnya, misalnya wajib menanam serat, jagung, jarak ,padi, wajib romusha, wajib mencari walur, bukan untuk kemakmuran rakyat tetapi untuk kepentingan Jepang. Selain itu, praktek praktek penipuan yang dilkukan oleh pegawai jepang untuk mengeruk kekayaan penduduk dan pemerasan SDM untuk peperangan juga menimbulkan penderitaan rakyat Boyolali. Sehingga setelah mendengar berita proklamasi , masyarakat Boyolali merasa senang dan bebas, penderitaan sudah berakhir dan mulai menata kehidupannya kembali untuk hidup lebih makmur.
3. Peristiwa Sekitar Proklamasi dan Pembentukan Negara Kesatuan Republik Indonesia ( Menyambut 66 tahun Indonesia Merdeka)
A. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
1. Peristiwa Rengasdengklok
Kekalahan Jepang dalam Perang Pasifik semakin jelas dengan dijatuhkannya bom atom oleh Sekutu di kota Hiroshima pada tanggal 6 Agustus 1945 dan Nagasaki pada tanggal 9 Agustus 1945. Akibat peristiwa tersebut, kekuatan Jepang makin lemah. Kepastian berita kekalahan Jepang terjawab ketika tanggal 15 Agustus 1945 dini hari, Sekutu mengumumkan bahwa Jepang sudah menyerah tanpa syarat dan perang telah berakhir. Berita tersebut diterima melalui siaran radio di Jakarta oleh para pemuda yang termasuk orang-orang Menteng Raya 31 seperti Chaerul Saleh, Abubakar Lubis, Wikana, dan lainnya.
Penyerahan Jepang kepada Sekutu menghadapkan para pemimpin I ndonesia pada masalah yang cukup berat. Indonesia mengalami kekosongan kekuasaan (vacuum of power). Jepang masih tetap berkuasa atas Indonesia meskipun telah menyerah, sementara pasukan Sekutu yang akan menggantikan mereka belum datang. Gunseikan telah mendapat perintah-perintah khusus agar mempertahankan status quo sampai kedatangan pasukan Sekutu. Adanya kekosongan kekuasaan menyebabkan munculnya konflik antara golongan muda dan golongan tua mengenai masalah k emerdekaan Indonesia. Golongan muda menginginkan agar proklamasi kemerdekaan segera dikumandangkan. Mereka itu antara lain Sukarni, B.M Diah, Yusuf Kunto, Wikana, Sayuti Melik, Adam Malik, dan Chaerul Saleh. Sedangkan golongan tua menginginkan prokla masi kemerdekaan harus dirapatkan dulu dengan anggota PPKI. Mereka adalah Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, Mr. Ahmad Subardjo, Mr. Moh. Yamin, Dr. Buntaran, Dr. Syamsi dan Mr. Iwa Kusumasumantri.
Golongan muda kemudian mengadakan rapat di salah satu ruangan Lembaga Bakteriologi di Pegangsaan Timur, Jakarta pada tanggal 15 Agustus 1945 pukul 20.00 WIB. Rapat tersebut dipimpin oleh Chaerul Saleh yang menghasilkan keputusan tuntutan-tuntutan golongan muda yang menegaskan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hal dan soal rakyat Indonesia sendiri, tidak dapat digantungkan kepada bangsa lain. Segala ikatan, hubungan dan janji kemerdekaan har us diputus, dan sebaliknya perlu mengadakan perundingan dengan Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta agar kelompok pemuda diikutsertakan dalam menyatakan proklamasi. Langkah selanjutnya malam itu juga sekitar jam 22.00 WIB Wikana dan Darwis mewakili kelompok muda mendesak Soekarno agar bersedia melaksanakan proklamasi kemerdekaan Indonesia secepatnya lepas dari Jepang.
Ternyata usaha tersebut gagal. Soekarno tetap tidak mau memproklamasikan kemerdekaan. Kuatnya pendirian Ir. Soekarno untuk tidak memproklamasikan kemerdekaan sebelum rapat PPKI menyebabkan golongan muda berpikir bahwa golongan tua mendapat pengaruh dari Jepang. Selanjutnya golongan muda mengadakan rapat di Jalan Cikini 71 Jakarta pada pukul 24.00 WIB menjelang tanggal 16 Agustus 1945. Mereka membawa Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok. Rapat tersebut menghasilkan keputusan bahwa Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta harus diamankan dari pengaruh Jepang. Tujuan para pemuda mengamankan Soekarno Hatta ke Rengasdengklok antara lain:
a. agar kedua tokoh tersebut tidak terpengaruh Jepang, dan
b. mendesak keduanya supaya segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia terlepas dari segala ikatan dengan Jepang.
Pada tanggal 16 Agustus 1945 pagi, Soekarno dan Hatta tidak dapat ditemukan di Jakarta. Mereka telah dibawa oleh para pemimpin pemuda, di antaranya Sukarni, Yusuf Kunto, dan Syudanco Singgih, padamalam harinya ke garnisun PETA (Pembela Tanah Air) di Rengasdengklok, sebuah kota kecil yang terletak sebelah Utara Karawang. Pemilihan Rengasdengklok sebagai tempat pengamanan Soekarno Hatta, didasarkan pada perhitungan militer. Antara anggota PETA Daidan Purwakarta dan Daidan Jakarta terdapat hubungan erat sejak keduanya melakukan latihan bersama. Secara geografis, Rengasdengklok letaknya terpencil, sehingga dapat dilakukan deteksi dengan mudah setiap gerakan tentara Jepang yang menuju Rengasdengklok, baik dari arah Jakarta, Bandung, atau Jawa Tengah. Mr. Ahmad Subardjo, seorang tokoh golongan tua merasa prihatin atas kondisi bangsanya dan terpanggil untuk mengusahakan agar proklamasi kemerdekaan dapat dilaksanakan secepat mungkin. Untuk tercapainya maksud tersebut, Soekarno Hatta harus segera dibawa ke Jakarta.
Akhirnya Ahmad Subardjo, Sudiro, dan Yusuf Kunto segera menuju Rengasdengklok. Rombongan tersebut tiba di Rengasdengklok pukul 17.30 WIB. Peranan Ahmad Subardjo sangat penting dalam peristiwa kembalinya Soekarno Hatta ke Jakarta, sebab mampu meyakinkan para pemuda bahwa proklamasi kemerdekaan akan dilaksanakan keesokan harinya paling lambat pukul 12.00 WIB, nyawanya sebagai jaminan. Akhirnya Subeno sebagai komandan kompi Peta setempat bersedia melepaskan Soekarno Hatta ke Jakarta.
2 . Perumusan Naskah Proklamasi
Sekitar pukul 21.00 WIB Soekarno Hatta sudah sampai di Jakarta dan langsung menuju ke rumah Laksamana Muda Maeda, Jalan Imam Bonjol No. 1 Jakarta untuk menyusun teks proklamasi. Dalam kondisi demikian, peran Laksamana Maeda cukup penting. Pada saat-saat yang genting, Maeda menunjukkan kebesaran moralnya, bahwa kemerdekaan merupakan aspirasi alamiah dan hak dari setiap bangsa, termasuk bangsa Indonesia. Berikut ini tokoh-tokoh yang terlibat secara langsung dalam perumusan teks proklamasi.
Tokoh yang Berperan dalam Penyusunan Teks Proklamasi
3 . Pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan
Setelah rumusan teks proklamasi selesai dirumuskan muncul permasalahan, siapa yang akan menandatangani teks proklamasi? Soekarno mengusulkan agar semua yang hadir dalam rapat tersebut menandatangani naskah proklamasi sebagai” Wakil-wakil Bangsa Indonesi a”. Usulan Soekarno tidak disetujui para pemuda sebab sebagian besar yang hadir adalah anggota PPKI, dan PPKI dianggap sebagai badan bentukan Jepang. Kemudian Sukarni menyarankan agar Soekarno Hatta yang menandatangani teks proklamasi atas nama bangsa Indonesia. Saran dan usulan Sukarni diterima.
Langkah selanjutnya, Soekarno minta kepada Sayuti Melik untuk mengetik konsep teks proklamasi dengan beberapa perubahan, kemudian ditandatangani oleh Soekarno Hatta. Perubahan-perubahan tersebut meliputi:
a. kata “ tempoh” diubah menjadi tempo,
b. wakil-wakil bangsa Indonesia diubah menjadi “Atas nama bangsa Indonesia”, dan
c. tulisan “Djakarta, 17-8-’05“ diubah menjadi Djakarta, hari 17 boelan 8 tahun ‘05. Naskah hasil ketikan Sayuti Melik merupakan naskah proklamasi yang autentik. Malam itu juga diputuskan bahwa naskah proklamasi akan dibacakan pukul 10.00 pagi di Lapangan Ikada, Gambir. Tetapi karena ada kemungkinan timbul bentrokan dengan pasukan Jepang yang terus berpatroli, akhirnya diubah di kediam an Soekarno, Jl. Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta. Sejak pagi hari tanggal 17 Agustus 1945 di kediaman Ir. Soekarno Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta telah diadakan berbagai persiapan untuk menyambut Proklamasi Kemerdekaan Indonesia. Kurang lebih pukul 09.55 WIB, Drs. Mohammad Hatta telah datang dan langsung menemui Ir. Soekarno. Sebelum proklamasi kemerdekaan dibacakan, pukul 10.00 WIB Soekarno menyampaikan pidatonya, yang berbunyi:
Demikianlah teks proklamasi kemerdekaan telah dibacakan oleh Ir. Soekarno. Susunan acara yang direncanakan dalam pembacaan teks proklamasi kemerdekaan yaitu:
a. pembacaan proklamasi oleh Ir. Soekarno,
b. pengibaran bendera Merah Putih oleh Suhud dan Latief Hendraningrat, dan
c. sambutan Walikota Suwirjo dan dr. Muwardi.
Setelah dibacakan teks proklamasi, maka telah lahir Republik Indonesia. Suatu peristiwa yang bersejarah bagi bangsa Indonesia telah terjadi. Peristiwa yang sangat lama dinantikan oleh segenap lapisan masyarakat, tetapi membutuhkan pengorbanan yang tidak ternilai harganya. Untuk mengenang jasa-jasa Ir. Soekarno dan Drs. Moh Hatta dalam peristiwa proklamasi, maka keduanya diberi gelar Pahlawan Proklamasi (Proklamator). Selain itu Jalan Pegangsaan Timur diubah namanya menjadi Jalan Proklamasi, dan dibangun Monumen Proklamasi.
4 . Makna dan Arti Penting Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Setelah berabad-abad bangsa Indonesia memperjuangkan kemerdekaan dan dilandasi oleh semangat kebangsaan, dan telah mengorbankan nyawa maupun harta yang tidak terhitung jumlahnya, maka peristiwa Proklamasi Kemerdekaan tanggal 17 Agustus 1945 merupakan titik puncak perjuangan tersebut. Proklamasi kemerdekaan merupakan peristiwa yang sangat penting dan memiliki makna yang sangat mendalam bagi bangsa Indonesia.
Berikut ini makna dan arti penting proklamasi kemerdekaan Indonesia
1) Apabila dilihat dari sudut hukum, proklamasi merupakan pernyataan yang berisi keputusan bangsa Indonesia untuk menetapkan tatanan hukum nasional (Indonesia) dan menghapuskan tatanan hukum kolonial.
2) Apabila dilihat dari sudut politik ideologis, proklamasi merupakan pernyataan bangsa Indonesia yang lepas dari penjajahan dan membentuk Negara Republik Indonesia yang bebas, merdeka, dan berdaulat penuh.
3) Proklamasi merupakan puncak perjuangan rakyat Indonesia dalam mencapai kemerdekaan.
4) Proklamasi menjadi alat hukum internasional untuk menyatakan kepada rakyat dan seluruh dunia, bahwa bangsa Indonesia mengambil nasib ke dalam tangannya sendiri untuk menggenggam seluruh hak kemerdekaan.
5) Proklamasi merupakan mercusuar yang menunjukkan jalannya sejarah, pemberi inspirasi, dan motivasi dalam perjalanan bangsa Indonesia di semua lapangan di setiap keadaan.
Dengan proklamasi kemerdekaan tersebut, maka bangsa Indonesia telah lahir sebagai bangsa dan negara yang merdeka, baik secara de facto maupun secara de jure.
B. Terbentuknya Negara Kesatuan dan Pemerintah Republik Indonesia serta Kelengkapannya
Negara RI yang dilahirkan pada tanggal 17 Agustus 1945 pada kenyataannya belum sempurna sebagai suatu negara. Oleh karena itu langkah yang diambil oleh para pemimpin negara melalui PPKI adalah menyusun konstitusi negara dan membentuk alat kelengkapan negara. Untuk itu PPKI mengadakan sidang sebanyak tiga kali yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945, 19 Agustus 1945, dan 22 Agustus 1945. Sebelum rapat dimulai, muncul permasalahan yang disampaikan oleh wakil dari luar Jawa, di antaranya Mr. Latuharhary (Maluku), Dr. Sam Ratulangi (Sulawesi), Mr. Tadjudin Noor dan Ir. Pangeran Noor (Kalimantan), dan Mr. I Ktut Pudja (Nusa Tenggara) yang menyampaikan keresahan penduduk non-Islam mengenai kalimat dalam Piagam Jakarta yang nantinya akan dijadikan rancangan pembukaan dan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Kalimat yang dimaksud adalah “Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariah Islam bagi para pemeluknya”, serta “syarat seorang kepala negara haruslah seorang muslim”. Untuk mengatasi masalah tersebut Drs. Mohammad Hatta beserta Ki Bagus Hadikusumo, Wachid Hasyim, Mr. Kasman Singadimedjo, dan Mr. Teuku Mohammad Hassan membicarakannya secara khusus. Akhirnya dengan mempertimbangkan kepentingan yang lebih luas dan menegakkan Negara Republik Indonesia yang baru saja didirikan, rumusan kalimat yang dirasakan memberatkan oleh kelompok non-Islam dihapus sehingga menjadi berbunyi “ Ketuhanan Yang Maha Esa” dan syarat seorang kepala negara adalah orang Indonesia asli.
Document bisa lihat dibawah ini atau silahkan buka
Document bisa lihat dibawah ini atau silahkan buka
Document bisa lihat diatas atau silahkan buka
Comments
Post a Comment