S. Suhud Pengibar Bendera Pusaka Sewaktu
Proklamasi
Oleh :
Imani Wegig W (17)
Prastowo Widayanto (25)
XI MIPA 2
Profil serta perjalanan suhud menuju
proklamasi
S. Suhud Pengibar Bendera Pusaka Sewaktu Proklamasi S.
Suhud atau lengkapnya Suhud Sastro Kusumo, lahir tahun 1920 dan meninggal pada
tahun 1986. Beliau adalah salah seorang pengibar bendera pusaka saat Proklamasi
Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Tepatnya sebagai pendamping
Pak latif Hendraningrat. Bagaimana ceritanya soal peristiwa Proklamasi ini ?
Soediro (Mantan Walikota Jakarta tahun 50-an), saat tahun
1945 menjabat wakil kepala barisan Pelopor, bercerita. Sejak tanggal 14 Agustus
1945, dia menugaskan Soehoed (Foto diatas, tampak dalam proklamasi foto sebagai
seorang pemuda bercelana pendek) dan beberapa orang pelopor istimewa untuk
menjaga keluarga Soekarno. Pada tanggal 16 Agustus 1945 subuh, Soehoed
melaporkan bahwa telah datang Soekarni dan Chaerul Saleh dan kawan-kawannya.
Soehoed tidak curiga karena Caherul juga anggota pelopor
istimewa. Demikian juga ketika Soekarno sekeluarga dibawa pergi tidak ada
kecurigaan sebagai peristiwa penculikan. Pada mereka timbul semangat lagi
ketika Soekarno kembali pada tanggal 16 Agustus 1945 malam hari. Berkaitan
dengan perintah Dr Muwardi (pimpinan barisan Pelopor Jakarta) untuk melakukan
persiapan upacara 17 Agustus 1945, Soediro memanggil para pembantunya untuk
turut menyebarkan akan adanya acara sangat penting pada tanggal 17 Agustus
1945. Misalnya K.Gunadi diserahkan tugas untuk menyampaikan instruksi tertulis
yang ditujukan pada para anggota barisan pelopor istimewa dan eksponen barisan
pelopor lainnya. Sedangkan Daitai-daitai (pimpinan di kawedanaan) dan
Cutai-cutai (pimpinan dikecamatan) banyak yang sudah dihubungi sendiri, secara
pertilpun atau perkurir. Instruksinya antara lain, berkumpul dilapangan Ikada
tanpa membawa panji pelopor pada jam 11.00 untuk keperluan menghadiri upacara
penting.
Ketika dengan bersepeda Soediro pagi harinya menuju
Ikada, dia heran karena melihat disitu banyak Jepang bersenjata. Timbul
pertanyaan dibenaknya, apakah berita sudah bocor ? Dia lalu menghubungi Dr
Muwardi dirumahnya dan dari penjelasan Dr Muwardi ternyata Proklamasi tidak
jadi di Ikada tapi dirumah Soekarno. Maka dengan cepat disebarkanlah pembetulan
informasi bahwa pelaksanaan proklamasi dipindahkan di Pegangsaan Timur 56.
Kepada Soehoed diperintahkan untuk menyiapkan tiang bendera tepat dimuka kamar
depan, hanya beberapa meter dari teritis rumah. Setelah itu Soediro pulang
kerumahnya sebentar. Ketika dia kembali dilihatnya telah hadir walikota
Soewirjo, Dr Muwardi, Mr Wilopo, Mr Abdul Gafar Pringgodigdo, Tabrani, SK
Trimurti dan masih banyak lagi. Tidak tampak wajah Wikana, Soekarni, Chaerul
Saleh maupun Adam Malik.
Dimuka beranda rumah sudah terpasang mikrofon dan
versterker (amplifier) yang disewa dari Gunawan pemilik perusahaan jasa
penyewaan sound system “Radio Satrija” yang beralamat dijalan Salemba Tengah
no.24. Acara proklamasi sederhana ini mengikuti mata acara yang dipersiapkan
yaitu : Pembacaan proklamasi oleh Soekarno disambung pidato singkat. Pengerekan
bendera merah putih, Sambutan Soewirjo dan Sambutan Dr Muwardi. Pada acara yang
terjadi, pertama, Soekarno membaca Proklamasi yang sudah diketik Sajuti Melik
dan telah ditandatangani Soekarno-Hatta. Kemudian Soekarno berpidato singkat
tanpa teks . Setelah itu beliau berdoa seraya mengangkat kedua telapak
tangannya. Untuk pengerekan bendera awalnya diminta kesediaan Trimurti, tapi
dia menolak lalu mengusulkan sebaiknya dilakukan oleh seorang prajurit. Maka
Latif Hendraningrat, yang masih memakai seragam lengkap PETA, maju kedepan
sampai dekat tiang bendera. Soehoed didampingi seorang pemudi muncul dari
belakang membawa sebuah baki nampan berisi bendera Merah Putih (bendera pusaka
yang dijahit Fatmawati beberapa waktu sebelumnya).
Maka dikereklah bendera tersebut oleh Latif dibantu
Soehoed. Setelah berkibar, spontan hadirin menyanyikan lagu Indonesia Raya.
Melihat foto Proklamasi, nampak membelakangi lensa Fatmawati dan Trimurti.
Tampak Soekarno bersama Hatta lebih maju dari tempat berdiri saat pembacaan
proklamasi. Sebuah foto lain yang diambil dari belakang Soekarno, menggambarkan
para hadirin lainnya yang berdiri dekat tiang bendera. Mereka terdiri dari para
pemuda-mahasiswa Ika dai Gakku. Pada acara ketiga, Soewirjo yang dizaman Jepang
sudah menjabat wakil walikota berpidato. IPPHOS juga mengabadikan peristiwa
ini. Namun sampai hari ini tiada dokumen yang menjelaskan apa yang diucapkan
Soewirjo. Demikian juga tidak ditemukannya naskah pidato Dr Muwardi yang akan
mengisi acara keempat (ada cerita kalau beliau membacakan preambul UUD).
Setelah upacara
selesai berlangsung, tiba-tiba masuk sambil berlari kurang lebih 100 orang
anggota pelopor yang dipimpin S.Brata. Mereka tidak tahu terjadinya perubahan
tempat, sehingga ketinggalan acara. Namun menuntut terus agar Soekarno
membacakan lagi Proklamasi. Akhirnya Soekarno yang sudah masuk kamar, keluar
lagi dan menjelaskan melalui mikrofon bahwa pembacaan Proklamasi tidak dapat
diulang. Karena masih kurang puas mereka minta kepada Hatta untuk memberikan
amanat singkat. Hatta kemudian meluluskannya . Yang juga terlambat adalah Dr
Radjiman Wedjodiningrat dan beberapa anggota PPKI.
Setelah acara selesai, Soediro dan Dr Muwardi memilih 6
orang anggota barisan pelopor istimewa, pelatih pencak silat menjadi pengawal
Soekarno-Hatta Kelompok ini dipimpin oleh Soemartojo. Sampai selesainya
proklamasi fihak Jepang tidak menyadari apa yang telah terjadi. Mereka baru
datang setelah Hatta pulang kerumahnya. Tiga orang perwira Jepang yang datang
ini mengaku diutus Gunseikanbu (kepala pemerintahan militer Jepang) untuk
melarang Proklamasi. Tapi Soekarno yang menghadapinya dengan tenang, menjawab bahwa
Proklamasi sudah dilaksanakan.
Namun belakangan ini ada seseorang yang mengaku ngaku
sebagai S. Suhud. Siapa sebenarnya dalam foto karya Frans Mendur, lelaki
bercelana pendek pengibar Sang Saka Merah Putih saat detik-detik Proklamasi
Kemerdekaan di Jalan Pegangsaan Timur, Jakarta, 17 Agustus 1945?
Pada Bulletin Paskibraka '78 Edisi Bulan Juli 2008
halaman 4 dan Detikcom bulan Agustus 2008 disebutkan bahwa Ilyas Karim adalah
lelaki bercelana pendek pengibar Sang Saka Merah Putih saat detik-detik Proklamasi
Kemerdekaan itu adalah dirinya. Sementara sejumlah catatan sejarah merujuk pada
sosok Suhud, bukan Ilyas.
Dalam buku yang diterbitkan pusat sejarah ABRI disebut,
lelaki bercelana pendek itu adalah Suhud Marto Kusumo. Irawan Suhud, putra
kelima Suhud, meralat nama lengkap ayahnya. "Yang benar Suhud Sastro
Kusumo," kata dia seperti dilansir Tribunnews, Kamis (24/8/2011).
Irawan menyampaikan, keluarga besarnya tersinggung karena
sang ayah diklaim oleh Ilyas Karim, lelaki sepuh yang kini mendapatkan apartemen
di Kalibata lantaran mengaku sebagai pengerek bendera pertama.Irawan
menyatakan, ia siap membuka fakta-fakta sejarah untuk membuktikan kalau ayahnya
adalah pria bercelana pendek pada peristiwa bersejarah itu. Dalam foto yang
diabadikan 68 tahun lalu terlihat ada empat orang di sekitar bendera.
Menurut Irawan, berdasarkan buku-buku sejarah, lelaki
bertopi di sisi kiri ayahnya adalah Latief Hadiningrat, orang dekat Bung Karno.
Sementara dua perempuan di sisi kanan ayahnya adalah istri Bung Karno, Fatmawati,
dan wartawati SK Trimurti. Keempatnya telah meninggal. Irawan menuturkan,
ayahnya meninggal pada 1986 di usia 66 tahun.
Keluarga tokoh-tokoh itu, kata dia, masih hidup sampai
sekarang. Mereka bisa memberikan klarifikasi atas klaim Ilyas. "Kami tak
akan menuntut Ilyas Karim. Tapi kami ingin meluruskan sejarah yang sebenarnya,
orangtua kami adalah yang dimaksudkan dalam gambar itu. Para sejarawan juga
kaget, ayah kami diklaim orang lain. Silakan Pak Irawan datang ke Pusat Sejarah
ABRI," tuturnya.
"Atau, yang paling gampang, silakan beliau pergi ke
Gedung Joeang 31. Di sana, ada satu ruangan, ada gambar yang mengingatkan
tentang persitiwa 17 Agustus 1945, dan ada namanya tertera di situ. Kita hanya
mau membela hak bapak, kita harus menjaga nama baik bapak, jangan ganggu
keluarga kami," tuturnya lagi.
Irawan mengaku tak masalah bila kini Ilyas Karim, sebagai
pejuang, mendapat hadiah sebuah apartemen di Kalibata oleh Wakil Gubernur DKI
Priyanto. Namun, tidak dengan mengklaim dirinya sebagai orangtuanya.Ilyas Karim
mendadak tenar. Pria kelahiran Padang, Sumatera Barat, 13 Desember 1927, ini
diwartakan media sebagai sosok pejuang yang terabaikan. "Ya, sayalah orang
bercelana pendek yang ikut mengibarkan bendera Merah Putih. Hanya saya yang
masih hidup," kata Ilyas dalam sebuah kesempatan.
Atas pengakuannya itu, Ilyas yang tinggal di pinggir rel
di daerah Kalibata memperoleh satu unit apartemen di dekat rumahnya. Hadiah
yang diberikan pengembang apartemen tersebut diberikan secara simbolis oleh
Wakil Gubernur DKI Jakarta Priyanto. "Bapak kami ya bapak kami. Dalam buku
yang disusun oleh Pusat Sejarah (Pusjarah) ABRI ditulis Nugroho Notosutanto,
terangkum cerita para pelaku sejarah, termasuk (peran) ayah saya dalam
peristiwa detik-detik kemerdekaan bangsa ini. Buku itu berjudul Detik-detik
Proklamasi," Irawan menegaskan.
Bantahan soal sosok lelaki bercelana pendek pertama kali
disampaikan Fadli Zon, politisi Partai Gerindra yang juga pemerhati sejarah.
"Saya punya buktinya. Buku-buku sejarah yang saya
miliki mengungkap, pria bercelana pendek itu bernama Suhud," kata Fadli.
Di perpustakaan pribadinya, Fadli menyimpan buku-buku kuno, juga barang-barang
kuno, termasuk buku yang menjelaskan siapa pria bercelana pendek yang
mengibarkan Sang Saka Merah Putih saat detik-detik Proklamasi yang dibacakan
oleh Bung Karno. "Ini demi pelurusan sejarah. Kasihan kalau sejarah sampai
dibelokkan. Makanya, saya siap debat Ilyas Karim. Dia bukan pengerek bendera,
melainkan Suhud. Fakta sejarahnya ada dalam buku-buku yang saya simpan,"
katanya.
Teladan
yang dapat kita contoh
- Beliau seorang yang pekerja keras, patuh terhadap perintah dan penuh sopan santun, terbukti ketika beliau diperintahkan untuk menyiapkan tiang bendera tepat dimuka kamar depan untuk dilakukan upacara pengibaran Bendera Sang Merah Putih dan beliaupun mau menyanggupinya.
- Beliau seorang pahlawan yang tidak mudah menyerah.
- Beliau sosok yang mau rela berkorban.
Peran Suhud sebagai berikut.
Pengibar Bendera Sang Merah Putih untuk pertama kalinya.Dokumen dapat dilihat di bawah ini atau dapat di download Disini
Comments
Post a Comment